Thursday, August 27, 2009

Salim mengalami patah kaki


Karena tidak ada lapangan pekerjaan di kampungnya, Desa Cihujan Kecamatan Malingping Banten Jawa Barat, Salim berangkat ke Malaysia untuk mencari nafkah.  Dengan membayar Rp 900 ribu ke tekong, ia dapat melintas ke Malaysia.  Salim bekerja di Malaysia selama 6 bulan di perkebunan karet.  Selama itu ia terpaksa bekerja sembunyi-sembunyi dan tidur di dalam hutan (dengan membuat gubuk) karena surat kerja yang dijanjikan oleh tekong Malaysia tidak kunjung dibuatkan.  Kemudian suatu hari dia mengalami kecelakaan, tertabrak mobil di jalan raya dan ia ditinggalkan begitu saa tanpa ada yang memberikan pertolongan, beruntung ada teman kerjanya melihat dan langsung dibawa ke Rumah Sakit Sri Pantai ohor Baru. Salim dirawat selama 10 hari lalu dipindahkan ke Rumah Sakit Meresing.  Malang menimpanya majikan tempat ia bekerja tidak mau membiayai pengobatan selama dirawat, bahkan memanggil Polisi untuk menangkapnya, dalam kondisi kaki masih bengkak dan tidak dapat beralan Salim dibawa ke Balai Polisi di Johor  ditahan selama 2 minggu, setelah itu ia dipindahkan ke kamp Pekan Nanas selama 1 Minggu baru kemudian dibawa ke Pasir Gudang dan dibawa ke Tanjung Pinang setelah itu baru dibawa ke Tanjung Priok.




Keinginan Salim mencari nafkah untuk menperbaiki ekonomi keluarga kandas sudah. Kini derita yang harus ditanggung Salim karena salah satu kakinya yang  patah.
Karena tidak dapat berjalan, maka ia minta bantuan kepada Peduli Buruh Migran untuk dapat singgah sementara waktu sambil memohon bantuan pengobatan bagi kakinya tersebut. Sekarang Salim sedang menjalani rawat jalan di Rumah Sakit Carolus Jakarta.

Wednesday, August 26, 2009

Pemulangan Rusmayani ke Lombok Timur

Melalui Peduli Buruh Migran dan diteguhkan oleh surat keterangan dari Satuan Tugas Pemulangan Pekerja Migran bermasalah dan keluarganya, Rusmayani (31 tahun) mengajukan permohonan kepada PKR KWI supaya bisa pulang ke kampung halamannya di Nusa Tenggara Barat. Rusmayani adalah orang terbuang dari Malaysia yang menderita patah tulang ekor dan tidak bisa berjalan . Rusmayani sempat dirawat di RS Koja selama tiga minggu.
Rabu tanggal 5 Agustus 2009, atas biaya dari PKR KWI Raymond Kusnadi dari Peduli Buruh Migran mengantar pulang Rusmayani sampai ke rumahnya di desa Tanjung Teros Kecamatan Selong Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.









Tuesday, August 25, 2009

PELATIHAN PENDIDIKAN DAMAI

Simpang Ulim adalah sebuah kota kecamatan di kabupaten Aceh Timur. Enam jam perjalanan jauhnya bila ditempuh  dengan bus dari kota Banda Aceh. Bila kita menyebut Simpang Ulim, orang Aceh akan langsung mengenal sungai (Krueng dalam bahasa Aceh) Arakundo dan jembatan yang terbentang panjang diatasnya. Mereka pasti juga akan mengingat masa lalu yang kelam dari sungai Arakundo ini.  Orang Aceh sendiri akan membelalakkan mata terkejut bila kami mengatakan akan pergi ke Simpang Ulim daerah sekitar sungai Arakundo. Masa lalu Simpang Ulim adalah gelap karena konflik yang pernah terjadi disana. Konflik yang meninggalkan luka dihati penduduknya.

Mengingat latar belakang Simpang Ulim yang demikianlah maka Sahabat Insan bersama Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (LPMP) tergerak untuk menolong  dengan mengadakan pelatihan pendidikan damai untuk para guru SD/MIN. Gerakan ini diteguhkan pula oleh kerinduan para kepala sekolah dan guru-guru.

Kamis tanggal 30 Juli 2009 di salah satu ruang kelas SDN 1 Simpang Ulim diadakan pelatihan damai bagi 28 orang guru agama dan PPKN yang mengajar di 14 SD/MIN kecamatan Simpang Ulim. Pelatihan ini diadakan satu hari dari jam 08.00 WIB sampai dengan jam 17.00 WIB. Acara ini terkesan sangat padat karena materi yang banyak hanya diberikan dalam satu hari saja. Walau demikian tidak mengurangi semangat dan antusiasme para peserta pelatihan. Materi yang diberikan terdiri dari 12 bagian yaitu: menerima diri, prasangka, sukuisme, perbedaan agama, perbedaan jenis kelamin, perbedaan jenis status ekonomi, perbedaaan kelompok atau geng, memahami keragaman, memahami konflik, menolak kekerasan, mengakui kesalahan dan memberi maaf. Bapak Soleh, salah satu kepala sekolah yang mendampingi proses ini mengatakan materi yang diberikan sangat bagus dan cocok dengan situasi kami. Setelah pelatihan ini, guru-guru akan menularkan ilmu yang sudah didapat kepada anak-anak di sekolah masing-masing. Maka untuk bulan ini telah disepakai sebagian dana beasiswa akan dibelikan buku pendidikan damai yang akan mendukung pembelajaran pendidikan damai kepada anak-anak. Kami berharap dengan pembelajaran ini anak-anak akan mampu memaafkan orang lain dan berdamai dengan siapapun. Yang memberi materi pendidikan damai ini adalah Bapak Firdaus D. Nyak Idin. Beliau adalah agen peace generation Banda Aceh dari trainer 3R SCREAM CC Muhamadiyah Aceh (Keterangan: 3R = Right Responsibility Representative, SCREAM = Support on Child-Rights through Education, Art and Media).

Thursday, August 20, 2009

Kunjungan ke Simpang Ulim

Di Simpang Ulim, Sahabat Insan melakukan kunjungan ke beberapa sekolah yang menerima beasiswa dari Sahabat Insan.









Bantuan komputer untuk CC Lhoknga

Pada bulan Maret 2009, PKR KWI memberikan bantuan seperangkat komputer kepada CC Lhoknga, untuk memperlancar administrasi. Berikut photo-photo yang diambil saat berkunjung kesana.









Wednesday, August 19, 2009

PELATIHAN PEMANTAPAN METODE PEMBELAJARAN

Hari Jumat tanggal 31 Juli 2009, Sr. Eugenia, Tanti dan Nino  perwakilan dari Sahabat Insan menghadiri acara pelatihan pemantapan metode pembelajaran untuk guru SD/MIN dalam wilayah UPT Dinas Pendidikan Simpang Ulim Kabupaten Aceh Timur. Pelatihan ini terselenggara berkat kerjasama antara Sahabat Insan, Lembaga Perberdayaan Masyarakat Pesisir (LPMP) dan para Kepala Sekolah di Kecamatan Simpang Ulim. Pelatihan ini dilaksanakan untuk mengobati kerinduan para guru yang ada di Simpang Ulim akan peningkatan sistim pembelajaran demi kemajuan mutu pendidikan disana. Pelatihan ini diadakan di Aula SDN 1 Simpang Ulim

Pelatihan diadakan dua gelombang. Gelombang pertama diadakan mulai hari Senin tanggal 27 Juli sampai dengan hari Rabu tanggal 29 Juli dengan peserta 26 guru. Gelombang kedua diadakan mulai hari Kamis tanggal 30 Juli sampai hari Sabtu tanggal 1 Agustus 2009 dengan peserta 28 guru. Pelatihan ini diikuti oleh 54 guru SD/MIN dari perwakilan 47 sekolah tingkat dasar di 3 kecamatan yaitu kecamatan Simpang Ulim sebagai tuan rumah, kecamatan Pante Bidari dan kecamatan Madat Kabupaten Aceh Timur. Pelatihan dilaksanakan setiap hari dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB. Team pemateri terdiri dari Bapak Nyak Arif Fadhilasyah dan Bapak Mohammad Yamin Abdul yang adalah pelatih-pelatih dari 3R (Right, Responsibility, Representative) SCREAM (Support on Child-Rights through Education, Art and Media) CC Muhamadiyah Aceh. Tampak peserta sangat antusias mengikuti setiap kegiatan yang dilaksanakan. Pelatihan dilaksanakan dalam bentuk ceramah, diskusi kelompok, syaring dan permainan. Pada akhir acara kami menyempatkan diri untuk berfoto bersama dengan semua peserta dan trainer.

Pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti BRK













Mengantar bayi kembar pulang kampung

Pada bulan Juni, Epi Santi melalui Sr Rina RGS mengajukan permohonan untuk pulang ke kampung halamannya beserta kedua anaknya. Karena terlalu repot untuk membawa kedua bayi kembar sendirian, maka tim PKR KWI turut mendampingi Sr Rina untuk memulangkan mereka ke Medan.






Mengantar pulang Episanti dan bayi kembarnya.

Rabu, 29 Juli 2009 Sr. Eugenia, Tanti dan Nino dari PKR KWI bersama dengan Sr. Rina RGS dari Asrama Villa Shalom mengantar pulang Episanti (31 tahun) beserta bayi kembarnya; Denny dan Dessy ( 7 bulan) ke Jalan Belat No. 133 A Belawan Medan.

Melalui Asrama Villa Shalom Episanti mengajukan permohonan kepada PKR KWI supaya bisa pulang kembali ke kampung halaman. Setelah tujuh bulan mendapat pelatihan ketrampilan menjahit dan pendampingan khusus dari Sr. Rina RGS.  Episanti merasa sudah cukup menpunyai bekal untuk kehidupan dan karena ayahnya juga mulai sakit-sakitan maka ia memutuskan untuk pulang bersama bayi kembarnya.

Episanti adalah anak ke 3 dari 6 bersaudara dari pasangan bapak Kasimen dan ibu Ngatiyem. Keluarganya berasal dari Jawa dan sudah lama menetap di Medan sebagai pendatang. Mereka tinggal di rumah yang kecil dan sangat sederhana terbuat dari papan dengan lantai dari semen. Rumah ini ditempati oleh ayah, ibu, satu abang, tiga orang adik dan dua anak kakak yang masih kecil juga anak pertama Episanti yang berumur 4 tahun. Dengan kedatangan Episanti dan bayi kembarnya berarti rumah ini akan bertambah pula penghuninya. Ayahnya dulu sebagai penarik becak tetapi sekarang sudah tidak mampu bekerja lagi karena sakit. Beliau menderita penyakit paru-paru. Ibunya sebagai buruh pencuci baju di rumah tetangga. Dari penghasilan sebagai buruh mencuci itulah keluarga ini hidup. Harapan kami, Episanti nantinya mampu membantu ekonomi keluarga.

Kehadiran kami disambut baik oleh keluarga. Sr. Rina RGS mewakili kami  yang menjadi juru bicara, menyerahkan Episanti, Denny dan Dessy  kepada ayah dan ibunya. Mereka sangat senang dan berterima kasih karena anak dan cucunya diantar pulang dengan selamat dan sehat.

Tanggal 31 Juli kami mendapat kabar dari Sr. Rina RGS, bahwa Bapak Kasimen, ayah Episanti dipanggil Tuhan. Setelah bertemu dengan anak dan cucunya, beliau “pergi”. Semoga arwahnya diterima disisi Tuhan.  Amin.

Bela Rasa Kita Ikut Pelatihan Departemen Sosial

Bela Rasa Kita (BRK) mengikuti program pemantapan Taruna Siaga Bencana (TAGANA) angkatan lima pada tahun 2009 yang diadakan oleh Departemen Sosial. Kegiatan dilakukan selama tiga hari berlangsung sejak selasa (14/07) hingga kamis (16/07) bertempat di Buperta, Cibubur, Jakarta Timur.
Bela Rasa Kita (BRK) sebagai tim tanggap bencana mengirimkan tujuh anggotanya yang diharapkan melalui pelatihan ini dapat menambah kemampuan, pengalaman dan memperluas jaringan antar kelompok yang tergabung dalam pelatihan TAGANA kali ini.
Sebanyak 70 peserta mengikuti program pemantapan taruna siaga bencana, terdiri dari organisasi Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Bela Rasa Kita (BRK), dan Pastoral Mahasiswa Keuskupan Agung Jakarta (PMKAJ).
Melalui pelatihan ini fokus program yang dicanangkan Departemen Sosial RI dalam penanggulangan bencana untuk meningkatkan kapasitas kemampuan masyarakat agar lebih mampu dan lebih siaga dalam menghadapi bencana.
Pelatihan yang dilakukan selama tiga hari dua malam tersebut, peserta dibekali materi tentang kebijakan departemen sosial RI dalam penanggulangan bencana, terdiri dari  manajemen penanggulangan bencana, siklus penanggulangan bencana, Conceptual Skill, Managerial Skill, Technical Skill dan Social Skill TAGANA, serta simulasi penanggulangan bencana.
Anggota BRK yang dikirim mengikuti program pemantapan TAGANA, berusaha memberikan yang terbaik dalam pelatihan ini, meskipun mereka sudah mendapatkan mengenai pelatihan ini sebelumnya.
Hal tersebut diungkapkan oleh Nino salah satu anggota BRK, mengatakan “Sebelumnya dalam BRK hampir semua materi yang diajarkan disini sudah didapatkan, namun tidak ada salahnya kita mengambil ilmu dan menjalin komunikasi untuk memperluas jaringan melalui pelatihan ini.”
Hari pertama pelatihan dibuka oleh Andi  Hanindito selaku direktur BSKBA Departemen Sosial RI, menyampaikan bahwa “setiap anggota TAGANA di harapkan mampu mengelola situasi dan kondisi lapangan yang terjadi di lapangan seandainya terjadi bencana.”
Peserta sangat antusias mengikuti kegiatan, terlihat dari semangat keaktifan dan kekompakannya dalam setiap rangkaian acara. Menurut Endro salah satu peserta PMKAJ mengatakan. “ melalui pelatihan ini kita diperkenalkan cara mengatasi bencana yang terjadi di lapangan sehingga menambah pengetahuan tentang pertolongan pertama yang harus dilakukan.”
Melalui pelatihan ini kapasitas kemampuan masyarakat yang perlu ditingkatkan adalah kapasitas melakukan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan akan gejala dan aktualisasi bencana.
Pelatihan dipusatkan pada hari kedua, pada pelatihan ini terdapat materi yang belum pernah BRK dapatkan yaitu mengelola dapur umum di lapangan dan cara menggunakan alat komunikasi. Anggota BRK sangat antusias mengikuti materi tersebut, karena belum pernah mereka dapatkan pada pelatihan selama ini.
Setelah istirahat pelatihan dilanjutkan dengan materi water rescue,vertical rescue, dan membangun tenda grup. Materi yang diajarkan kali ini, peserta diajarkan bagaimana cara menolong korban di air maupun di ketinggian. Dalam tahap ini Dwy mengutarakan “ water recue, vertical rescue, bangun tenda, sudah dapat di BRK kita refreshing kembali sambil memperoleh ilmu atau cara yang baru dalam menolong korban.”
Setelah semua materi diajarkan, melalui simulasi peserta dihadapkan pada situasi  bencana yang terjadi, kali ini peserta diuji kesigapan dalam menghadapi bencana dengan menolong korban dan membangun tenda.
Tidak hanya pelatihan di lapangan namun peserta juga dibekali dengan materi pelayanan psikososial pada penanggulangan bencana yang dibawakan oleh Dorang Luhpuri staf pengajar Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung. Melalui materi ini peserta diajarkan cara menangani korban yang shock akibat bencana yang dialaminya.
Staff ahli menteri sosial bidang integrasi sosial, Sahawiah Abdullah dalam materi mengenai nasionalisme, menyampaikan bahwa “TAGANA merupakan mitra TNI pada barisan depan menanggulangi bencana.”
Program pelatihan TAGANA kali ini berjalan dengan singkat, proses waktu selama tiga hari dua malam terkesan pendek, sehingga banyak materi yang berjalan tidak maksimal.
Menurut Charles, “Materinya tidak begitu banyak, lebih banyak pada pelatihan BRK dan waktunya terlalu mepet, jadi materi tidak maksimal sangat disayangkan.” Charles menambahkan “materi yang dikelas bagus karena belum pernah didapatkan mengenai psikologi masyarakat dan nasionalisme sebagai tambahan ilmu di BRK.”
<Thomas Aquinus Krisnaldi>