Saturday, December 8, 2012

Being Addicted To "Dying" Rather Than Rising Above "Death"


http://johnglock.com/tarot


Meeting and talking with people is like opening a box of chocolates. Except that you don't know how fresh that box is, no matter what the age of the people are. But sometimes, just the experience of having a box of chocolates is more important than what happens afterwards. Such is the experience of having hopes and dreams which is peddled to the women and young girls in social situations which seem bleakly unchangeable. In rural areas of Indonesia, where there is almost nary an experience of hope, of making a change, then hope doesn't exist. People who live in the rural areas, who farm for a living, are mostly there not by choice. They would also have the least means and access to change. Sadly, in a "grown-up" world, instead of being nurtured to grow, some things die.

Wednesday, December 5, 2012

Memories For A Great Hero


Arya Stark-GOT quotes by *paloStark
http://palostark.deviantart.com/
Memories are sometimes what we have left at the end of the day. It's one part of our self which we cannot control - memories come and go as they please, like a parade of foreigners trespassing in our daily life. For many migrant workers, these can be bittersweet, even painful visitors. On the other hand, a journalist and daughter of two Holocaust survivors Lily Brett answered the question of what it is to be human, as "to have compassion" for not just the people around you, but other people as well. Sometimes it might mean even having compassion for one's self, especially one's estranged memories.

Saturday, November 24, 2012

A New Spirit Out Of Darkness

www.devianart.com


People sometimes have more spirit in them than they could ever imagine. One of the migrant workers that was served by the Shelter Sahabat Insan, Imarni, who displayed such a quiet and determined spirit in facing up to her reality. Imarni was sexually abused and became pregnant. Subsequently, as she was discovered to be pregnant, she was set on fire by her employer, and eventually was deported back to Indonesia, her wounds not fully treated, and her pregnancy coming to term soon. Since Imarni was too long into her pregnancy to opt for abortion, her immediate medical needs were to ensure her extensive burn wounds were dry, and safely see through her pregnancy until birth. Plastic surgery to correct the deformities and deficiencies to her body, limbs, and face had to wait till after the birth of the baby.

Friday, November 16, 2012

Gerakan ARRAK: Merealisasikan Undang-undang Perlindungan Buruh Migran



Apakah yang dapat kita lakukan untuk sesama kita yang miskin, lapar, dan tidak memiliki tempat tinggal? Sudahkah kita memberikan sesuatu kepada mereka yang miskin, makan kepada mereka yang lapar, atau tumpangan kepada mereka yang tidak memiliki tempat tinggal?

Sebagian orang setiap hari hidup dengan tanpa memiliki kekhawatiran akan hari esok, tentang uang, pekerjaan, makanan, dan tempat tinggal. Sementara itu, setiap hari di jalan-jalan terlihat mereka dengan mata seolah tanpa binar, mulai dari anak-anak yang seharusnya sekolah sampai nenek-nenek atau kakek-kakek. Mereka meminta-minta, mengamen, berjualan koran, berdagang asongan, atau menjajahkan payung ketika hujan datang.


A Paradox of Humanity

It seems important to point out a very human paradox in the migrant worker issue. There is quiet desperation which publicly we would never guess if we meet with the migrant workers themselves. But at the same time, they can be full of humanity, life, even cheer. It is hope that allows this paradox to happen, hope in a brighter, better otherness, and often underlined by faith. Like how Ibu Noon[1] in some ways cherished her time in Jordan, while at the same time suffering quite a lot too, working for long hours, and sometimes being ordered around frivolously like a slave at the whims of the extended families.


Tuesday, November 13, 2012

Mbak Um dan Mbak Ari

Apakah kita sungguh memiliki hak atas tubuh dan diri kita sendiri? Sedihnya, sebagian perempuan ini tidak. Mereka tidak benar-benar memiliki secara penuh dan utuh atas tubuh dan diri mereka sendiri. Atas dasar kebutuhan ekonomi, mereka pergi bekerja meninggalkan orang-orang yang mereka cintai. Hanya sedikit dari mereka yang dapat mengirimkan uang ke keluarganya ke Tanah Air, sebagian besar lainnya bernasib malang.



Friday, November 2, 2012

Introduction to a “New World”

The sun rises eventually, after a dark night. Not a necessity but a fact that happens. However, while getting a job is a necessity that is close to a fact for some, for others, it's a life struggle, a means to live somewhere other than on the streets or worse. This means going where the jobs are.[1]

Profil Sahabat Insan

Sahabat Insan merupakan sebuah komunitas para relawan. Mereka juga datang ke kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Jalan Cut Mutiah 10 Jakarta Pusat untuk menyampaikan bantuan bagi mereka yang terkena tsunami pada hari-hari pertama sejak akhir bulan Desember 2004. Agar dapat menyampaikan bantuannya secara lebih baik, para relawan itu menjadikan Sahabat Insan sebagai perkumpulan dengan akta Notaris & PPAT Eben Eser L Tobing, S.H, Nomor 1 tanggal 14 Januari 2005.

Friday, October 12, 2012

Harapan itu Masih Ada



Apa yang dapat membuat seseorang bertahan untuk merajut kehidupannya setiap hari? Kita percaya, jawabannya adalah dengan iman, harapan, dan kasih yang penuh. Mengimani bahwa setiap hari adalah anugerah dari-Nya. Kasih yang tak henti dari Sang Pencipta dan sesama. Harapan bahwa akan tiba hari depan yang lebih baik.

Monday, October 8, 2012

Life Stopped Here



Ini adalah sebuah tulisan dari seorang Frater asal Malaysia yang mengunjungi Rumah Singgah Sahabat Insan pada Jumat 29 September 2012


Life Stopped Here

Fridays are days of anticipation, for those waiting for the weekend, the end of work and a resumption of their private lives. On this particular Friday I visited the Shelter Sahabat Insan, and anticipation was not there.

Monday, October 1, 2012

Tentang Lima Perempuan di Rumah Singgah Sahabat Insan

Tidak seperti minggu lalu, Rumah Singgah Sahabat Insan minggu ini, Jumat (28/9), penuh dengan buruh migran dan seorang keluarga korban. Tepatnya, enam orang perempuan yang menjadi pembantu rumah tangga di negara tetangga dan seorang suami korban yang masih berusaha menuntut keadilan dari agen yang membawa istrinya bekerja. Lima di antara mereka berbagi kisah duka mereka saat bekerja. 

Bantuan Biaya Persalinan Untuk Orang Terbuang

Pada awalnya, Mastini didatangi oleh Ibu Yanti (dikenalkan oleh teman Mastini) di tempat kosnya di Medan dan ditawari pekerjaan di Malaysia sebagai PRT dengan gaji 800 ringgit. Setelah ia setuju, beberapa jam kemudian Ibu Yanti datang kembali dengan membawa seseorang yang mengaku agen PPTKIS bernama Pak Jupri. Pak Jupri inilah yang membantu untuk mengurus paspor dan visa untuk Mastini sampai akhirnya sampai di Malaysia.  

Bantuan Konsumsi Keluarga Orang Terbuang Yang Menderita Kanker Rahim

Nurlela pergi bekerja ke Malaysia sejak dua puluh tahun lalu. Pada awalnya komunikasi dengan keluarga berjalan dengan baik, namun menjelang tahun ketiga ia sudah tidak bisa berkomunikasi lagi akibat kanker rahim stadium 4 yang dideritanya. Nurlela bersama Juliana dipulangkan di Bandara Soekarno-Hatta dan keduanya sama-sama dirujuk di Rumah Sakit Persahabatan. Mereka sama-sama dirawat dalam satu kamar. Karena sakit yang dideritanya cukup parah, ia tidak dapat dimintai keterangan tentang riwayatnya selama bekerja di Malaysia, karena suaranya pun sudah hilang, bahkan untuk bangun dari tempat tidur saja sudah kesulitan.

Tuesday, September 25, 2012

Bantuan Konsumsi Keluarga Untuk Orang Terbuang Yang Menderita Tumor Kandungan

Menurut keterangan keluarga, Juliana pergi dari rumah untuk bekerja ke Malaysia sudah sepuluh tahun yang lalu. Pada awalnya komunikasi lancar, namun setelah menginjak tahun ketiga sudah tidak ada komunikasi sama sekali. Karena itu keluarga kemudian menganggap bahwa ia sudah meninggal dunia di Malaysia. Juliana mempunyai dua orang anak di Indramayu, tepatnya di Desa Cikedung, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu.

Thursday, July 12, 2012

Bantuan untuk Orang Terbuang Yang Mengalami Luka Bakar (2)

Iis merupakan salah satu pekerja Indonesia yang bekerja di Oman melalui jasa seorang calo. Dia dibawa suaminya ke Jakarta, kemudian diserahkan kepada calo tersebut tanpa mengetahui apa pun.

Selanjutnya dia dipekerjakan terlebih dahulu di sebuah rumah di Jakarta tanpa diberi gaji, dengan alasan untuk melatih ketrampilannya agar dapat siap bekerja di negeri orang. Setelah sebulan terlewati, Iis langsung diterbangkan ke Oman dan langsung dibawa ke rumah calon majikannya. Pekerjaan Iis disana adalah mencari rumput untuk domba-domba majikannya di pagi hari, kemudian mencuci, memasak dan membersihkan rumah. Setiap harinya, iis baru diperbolehkan untuk beristirahat setelah jam 1 dini hari.

Friday, February 17, 2012

Bantuan untuk Orang Terbuang Yang Mengalami Luka Bakar


Wanidah merupakan orang terbuang berusia 24 Tahun yang berasal dari Subang. Ia mengalami luka bakar yang cukup serius di sekujur tubuhnya, akibat tabung gas yang meledak saat ia memasak di rumah majikannya di Abudabhi. Ia sempat dirawat dirumah sakit Abudabhi bahkan sempat koma selama dua pekan, sampai akhirnya bisa sadarkan diri. Namun, selama tiga bulan, Wanidah dirawat dirumah sakit Abudabhi tanpa pengobatan yang layak dan hanya dibaringkan di kamar rawat dengan obat seadanya.

Saturday, January 21, 2012

Bantuan untuk Pemakaman Valentinus

Pada bulan September 2011, Sahabat Insan membantu biaya pemakaman salah satu orang terbuang bernama Valentinus Unab.

Valentinus berasal dari desa Obefin, Kecamatan Mio Timor, Kabupaten Timor Tengah Utara NTT. Dua tahun lalu, dia bermaksud untuk menyusul kakaknya yang terlebih dahulu berangkat ke Malaysia. Ia berangkat lewat Pontianak, Kalimantan Barat, dengan menggunakan dokumen dan umur yang dipalsukan.

Saturday, January 14, 2012

Orang terbuang dari Malaysia asal Tuban Jawa Timur

Harwijoyo adalah salah satu orang yang dibuang dalam kondisi sakit parah (kanker paru-paru stadium 4). Ia tiba di Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta pada hari Kamis tanggal 13 Oktober 2011 dan langsung dirujuk ke RSUD Koja Jakarta Utara,.


Karena keterbatasan peralatan, akhirnya pada pukul 18.00 WIB Harwijoyo langsung dirujuk ke RSP Persahabatan dengan didampingi oleh Peduli Buruh Migran. Namun kondisinya semakin memburuk. Berdasarkan surat keterangan yang ada di dompetnya, akhirnya keluarganya dapat terlacak. Namun saat salah satu keluarganya masih dalam perjalanan menuju Jakarta, Harwijoyo menghembuskan nafas terakhirnya.


Dalam proses pemulangan jenazah ke kampung halamannya, Sahabat Insan memberikan bantuan dana sebesar Rp. 1.700.000 untuk proses pemandian, kafan, dan peti jenazah. Sedangkan untuk ambulance dan bahan bakar dibantu oleh BNP2TKI sebesar Rp. 4.700.000.





Surat Keterangan



Mobil Yang Membawa Jenazah






Orang terbuang dari Malaysia asal Timor Tengah Utara (NTT)

Valentinus meninggal di RSUD Koja Jakarta Utara, dan dipulangkan ke Timor Tengah Utara NTT