Friday, February 20, 2015

Gerakan Melawan Perdagangan Manusia

Beberapa bulan terakhir ini, Sahabat Insan secara aktif ikut mendukung gerakan melawan perdagangan manusia yang semakin memprihatinkan di Indonesia, terutama di Indonesia Timur. Berikut siaran pers terkait dengan isu tersebut. 

Siaran Pers Aliansi Masyarakat Sipil Anti Perdagangan Manusia (Amasiaga)
Stop Human Trafficking!
Usut Tuntas Jaringan Mafia Perdagangan Orang di NTT !
Bebaskan Brigpol Rudy Soik!
Perdagangan Orang di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sungguh sangat memprihatinkan. Dalam catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2013, jumlah kasus perdagangan orang sebanyak 614 kasus. Jumlah ini tidak termasuk kasus yang ditangani oleh lembaga lain seperti IOM yang menangani 1.559 korban di tahun yang sama. Dengan demikian Propinsi NTT merupakan salah satu daerah paling rawan untuk human trafficking bahkan sudah masuk kategori darurat bencana kemanusiaan nasional.
Menurut pantauan Aliansi Masyarakat Sipil Anti Perdagangan Manusia (Amasiaga), maraknya kasus perdagangan orang tersebut terjadi seiring gencarnya operasi PPTKIS/PJTKI yang merekrut calon TKI di daerah-daerah Provinsi NTT. Dari 74 PPTKIS yang beroperasi di NTT pada tahun 2013, 11 di antaranya bermasalah dalam proses rekrutmen calon TKI. Disinyalir, ada korelasi yang cukup signifikan antara operasi PPKIS/PJTKI yang kian gencar dengan maraknya kasus perdagangan orang. Hal ini menjadikan NTT sebagai salah satu kantong utama perdagangan orang di Indonesia.
Salah satu PPTKIS yang bermasalah yang beroperasi di NTT adalah PT. Mitra Malindo Perkasa (PT. MMP). Menurut catatan Amasiaga, ada 5 kasus perdagangan orang yang diduga melibatkan PT. MMP. Salah satu di antaranya adalah kasus 52 calon TKI illegal yang diselidiki oleh Brigpol Rudy Soik yang saat ini dikriminalisasi dan ditahan ketika ia bersama enam rekannya di Ditreskrimsus Polda NTT menyidik 26 dari 52 calon TKI yang diamankan karena tak memiliki dokumen.
Menaker Hanif Dhakiri melakukan sidak kantor PT. MMP di Kupang pada 26 November 2014. Kemudian diikuti pencabutan surat ijin operasional terhadap PT tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Ketenagakerjaan No. 402 Tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Izin Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (SIPPTKI) PT Malindo Mitra Perkasa . Namun setelah insiden penyidakan dan pencabutan yang dramatis itu tetap saja menyisahkan sejumlah pertanyaan bagi publik di NTT: bagaimana status pencabutan ijin operasional tersebut berlaku tetap atau sementara? Bagaimana pengusutan tindakan pelanggaran pidana yang telah dilakukan terhadap korban trafficking?
Kasus perdagangan manusia di NTT harus diungkap tuntas, terutama jaringan mafia yang yang membeckingnya. Amasiaga mengingatkan agar semua pihak jangan hanya terfokus pada kriminalisasi Rudy Soik, tetapi melupakan persoalan besar terkait perdagangan manusia, yang justru diduga kuat melibatkan pimpinan PT. MMP dan pimpinan Polda NTT.
Selain itu, disinyalir bahwa ada orang-orang di BNP2TKI dan BP3TKI Kupang yang terlibat dalam perdagangan orang. BP3TKI Kupang selama ini mendiamkan pelanggaran dan tetap memberi rekomendasi berangkat, misalnya dengan melakukan pemalsuan umur calon TKI. Pertanyaannya, bagaimana pimpinan BNP2TKI membersihkan dan memastikan tidak ada staf yang terlibat, termasuk jajarannya di daerah?
  1. Mengingat bahwa perdagangan orang di Provinsi NTT sudah sangat genting, bahkan masuk kondisi darurat kemanusiaan, maka Aliansi Masyarakat Sipil Anti Perdagangan Manusia menyatakan sikap:
  2. Bahwa mendesak Komisi IX DPR RI untuk memberi perhatian serius kepada provinsi NTT yang merupakan salah satu kantong paling rawan perdagangan orang di Indonesia.
  3. Mendesak Menaker untuk mengaudit dan menertibkan semua PPTKIS yang beroperasi di NTT.
  4. Meminta Pimpinan BNP2TKI menertibkan dan menindak sejumlah orang di jajarannya yang terlibat dalam perdagangan orang. 
  5. Meminta Polri, Polda NTT dan Kejaksaan untuk melanjutkan proses penyidikan kasus perdagangan manusia yang sementara diusut oleh Satgas Anti-Trafiking di NTT. 
  6. Meminta Mabes Polri dan KPK menindaklanjuti secara serius bukti-bukti dan keterangan mengenai dugaan gratifikasi sejumlah “oknum” pejabat Kepolisian baik di Polda NTT dan Polri dalam jaringan perdagangan manusia. 
  7. Bebaskan Brigpol Rudy Soik dari tindakan diskriminatif dan kriminalisasi hukum.

Kontak narasumber : Paul Rahmat (Koordinator Amasiaga – 081332603855), Gabriel G. Sola (Sekretaris Amasiaga– 081360285235).
Daftar Nama Lembaga Yang Mendukung Pernyataan Sikap ini :
1. VIVAT Indonesia
2. Migrant Care
3. PADMA Indonesia
4. AMPERA NTT
5. Institute Perempuan
6. POKJA MPM
7. PMKRI
8. FORMMADA NTT
9. JPIC FSGM
10. JPIC FMM
11. JPIC OFM
12. JPIC PI
13. JPIC SVD Kalimantan
14. DD Law Firm
15. BNJ Law Office
16. KOMMAS Ngada Jakarta
17. PUSAM Indonesia
18. Sahabat Insan
19. ECPAT Indonesia
Suster Laurentina, PI dari Sahabat Insan dan Sdri. Eka dari Migrant Care
bersama-sama prihatin atas derita yang menimpa buruh migran dan korban perdagangan manusia..

Siaran pers di atas diikuti dengan gerakan menyalakan 1000 lilin yang dilakukan oleh biarawati di NTT dan beritanya dimuat di Harian Kompas


Dukung Rudy Soik, Biarawati di NTT Menyalakan 1.000 Lilin
KUPANG, KOMPAS.com - Jelang sidang putusan terhadap Brigadir Polisi (Brigpol) Rudy Soik, Selasa (17/2/2015) esok, sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Sipil Mendukung Keadilan dan Perdamaian menggelar aksi menyalakan 1.000 lilin di depan kantor Pengadilan Tinggi Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk mendukung pembebasan Brigpol Rudy, Senin (16/2/2015) malam. 

Berdasarkan pantauan Kompas.com, Senin malam, terlihat aksi yang juga diikuti oleh puluhan orang biarawati Katolik tersebut, dimulai pada pukul 19.30 Wita dan berakhir sekitar pukul 21.00 Wita. 

Koordinator umum aksi, Frater Kristo Ngasi mengatakan, aksi 1.000 lilin diartikan sebagai cahaya yang melambangkan harapan dari semua suara masyarakat NTT untuk menolak perdagangan orang. Mereka berharap agar hakim bisa memberikan putusan seadil-adilnya dengan hati nurani bagi Brigpol Rudy. 

“Kita tahu bersama bahwa kasus Brigpol Rudy Soik ini dikriminalisasi secara hukum, dimana dengan fakta-fakta yang ada dan nota pembelaan dan juga dari jaksa penuntut umum, kami menyadari itu sebagai suatu skenario dan puncaknya besok kita akan dengar putusan hakim, dan harapan kami bahwa dia (Brigpol Rudy Soik) harus dibebaskan,” harap Kristo. 

Namun, lanjut dia, jika akhirnya ada keputusan lain dari hakim, maka perjuangan dari pihaknya tidak hanya akan berhenti sampai di situ. Kristo mengaku besok, sebanyak 150 aktivis dari sejumlah organisasi akan hadir dalam persidangan di Pengadilan Negeri Kelas 1A Kupang. 

Sementara itu, koordinator lapangan Yeremias Nipu mengatakan, kasus perdagangan orang di NTT semakin marak terjadi. Bahkan, NTT saat ini diklaim sebagai provinsi darurat kemanusiaan sehingga aksi menyalakan 1.000 sebagai bentuk dukungan untuk pemberantasan mafia perdagangan orang tetap digelorakan. 

Selain itu, aksi yang dilakukan oleh pihaknya merupakan bentuk dukungan moral terhadap Brigpol Rudy Soik yang telah berani membongkar mafia-mafia perdagangan manusia di tubuh Kepolisian Daerah NTT.

Wednesday, February 18, 2015

Merayakan Cinta

Tepat pada tanggal 14 Februari, yang oleh dunia kerap dirayakan sebagai hari kasih sayang, Sahabat Insan (SI) merayakan misa bersama 20 TKI yang baru dideportasi dan akan dipulangkan ke kampung halamannya di Kupang. 


Mereka  yang terdiri atas sembilan lelaki dan sebelas perempuan ini sedang asik bermain-main di halaman rumah singgah saat SI datang. Bergegas mereka kemudian mempersiapkan diri, mandi dan memanggil teman-teman yang lain untuk segera berkumpul. Sambil menunggu mereka mempersiapkan diri, SI mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan untuk misa. Tidak lama kemudian, Suster Anna beserta kedua rekannya, Sdri. Monic dan Sdri. Endah juga tiba di tempat.

Ada seorang bernama Yanti. Saat kami datang dia sedang sibuk menyusui bayi lelakinya. Kepada kami dia bercerita bahwa sudah dua tahun ia bersama suaminya bekerja di Malaysia. Wanita asal Atambua ini melahirkan anak pertamanya ini 21 hari yang lalu di sebuah rumah sakit di Kuala Lumpur. Menurut ceritanya, selama ini ia dicari oleh pihak yang berwenang untuk dipulangkan ke Indonesia dengan alasan yang tidak ia ketahui. Ketika akan melahirkan dia datang ke sebuah rumah sakit, dan pihak rumah sakit melaporkannya ke Polisi. Setelah ia melahirkan bayinya dengan selamat melalui operasi caesar dan telah membayar biaya rumah sakit, dia diijinkan untuk pulang. Namun malang, saat hendak mencari kendaraan untuk kembali ke rumah majikan, dia ditangkap dan secara kebetulan tidak membawa dokumen satu pun, dan dipulangkan ke Indonesia minggu lalu.

Lain lagi cerita dari enam lelaki asal Sumba. Enam bulan lalu mereka berangkat bersama teman-temannya karena ditawari untuk bekerja di kebun sawit di Sarawak. Sesampai di sana, pekerjaan mereka tidak dihargai dan tidak dibayar sepeser pun, walaupun setiap hari mereka diberi makan dan tempat tinggal seadanya di barak. Karena tidak tahan, akhirnya keenam pemuda ini melarikan diri melalui hutan. Selama dua hari dua malam mereka berjalan kaki, berbekal mie instan yang langsung dimakan tanpa dimasak jika mereka lapar, dan minum dari air sungai yang mereka temui atau air hujan. Sesampai di Kalimantan, mereka diantar ke dinas sosial setempat dan oleh dinsos setempat dibawa ke Jakarta untuk diurus proses pemulangannya.

Di tempat itu juga ada dua orang perempuan yang baru pertama kali mengadu nasib di negeri orang, dan langsung tertangkap. Mereka berangkat dari Kupang menuju Surabaya dengan kapal laut, kemudian menuju Batam, dan dari Batam mereka naik kapal laut bersama dengan 50-an rekan mereka. Kapal tersebut tidak menepi di pelabuhan, namun mereka diturunkan di sebuah hutan dan tiba di situ sekitar pukul 01.00 dini hari. Malang tidak dapat ditolak, saat melewati hutan tersebut, rombongan tertangkap oleh petugas keamanan setempat. Beberapa orang mampu menyelamatkan diri, namun banyak juga yang tertangkap dan langsung dimasukkan penjara.  Setelah 3 bulan lebih menghuni penjara, mereka akhirnya dipulangkan ke Indonesia.

Kisah yang paling mengenaskan datang dari Erna, entah ini nama sebenarnya atau bukan. Selama bekerja di Malaysia, ia kerap mengalami kekerasan oleh majikannya. Majikan sering memukuli dan memarahinya karena alasan yang tidak jelas. Puncaknya, suatu hari ia dicekik oleh majikannya sampai telinga dan mulutnya mengeluarkan darah. Tindakan itu membuat ia kesulitan bicara dan karena dianggap tidak mampu bekerja, ia dipulangkan. Akibat sulit bicara, maka dinsos kesulitan untuk mencari informasi tentang dirinya. Semua dokumen yang dibawanya terlihat seperti dipalsukan. Misalnya, di KTP tertulis bahwa dia adalah mahasiswa, padahal ia buta huruf tidak bisa membaca. Begitu juga saat dicek alamat yang tertera di KTP-nya, ternyata tidak ada orang di daerah tersebut yang mengenalnya. Ketidakjelasan informasi ini membuat ia belum bisa dipulangkan bersama teman-temannya.

Misa hari itu dipimpin oleh Romo I. Ismartono, SJ. Sebelum misa, romo mengajak mereka berbincang-bincang. Salah seorang dari mereka bercerita bahwa ia sudah lama sekali tidak menerima Komuni Kudus karena suaminya selingkuh dan meninggalkannya, dan menurut rekan-rekannya di sana ia tidak boleh menerima komuni. Romo kemudian meluruskan bahwa dalam hal ini ia tidak bersalah dan boleh menerima komuni. Kita, terutama yang sedang berbeban berat, harus sering-sering menerima komuni karena komuni merupakan wujud bahwa Tuhan hadir, Tuhan yang selalu mencintai kita betapa pun kita sangat berdosa. Romo kemudian membimbing mereka untuk menyanyikan lagu Ave Maria dan Bunda Penolong Abadi. Paduan suara indah pun terdengar dari suara khas mereka yang sangat merdu. Lagu yang dilantunkan dengan penuh penghayatan tersebut begitu menggetarkan hati, memancarkan kerinduan mereka akan kehangatan di kampung halaman. Lagu "Bunda Penolong Abadi" memang lagu khas yang selalu mereka nyanyikan di setiap kesempatan. Mungkin seperti lagu "Ndherek Dewi Maria" untuk umat Katolik di Jawa. Di kesempatan itu, Romo juga membagikan rosario ke masing-masing anak serta memberi kesempatan untuk mengaku dosa. Sementara menunggu temannya yang sedang pengakuan, Suster Anna memimpin TKI yang lain berlatih lagu-lagu yang akan dinyanyikan dalam misa. 



Dalam kotbah saat misa, Romo Ismartono kembali menekankan tentang betapa cintanya Tuhan kepada umat-Nya. Bacaan Injil yang digunakan hari itu adalah mengenai orang kusta yang dikucilkan oleh masyarakat sekitarnya, namun Yesus hadir dan berkenan menyembuhkannya. Orang kusta di jaman ini adalah orang yang merasa kesepian, ditinggalkan, tidak dihargai oleh lingkungan sekitarnya, tersingkir, dan tidak memiliki harapan. Jika ada yang merasa demikian, datanglah kepada Yesus, karena Dia tidak pernah menolakmu, tidak juga akan pernah meninggalkanmu dan tidak pernah berhenti mencintaimu, demikian kata Romo Ismartono dalam homilinya. 






Selesai misa, wajah mereka terlihat ceria.  Suster Anna dan Suster Laurentina kemudian membagi-bagikan kue-kue kecil dan minuman, serta mereka duduk melingkar untuk saling bercerita. Mereka menyampaikan kebahagiaan mereka karena hari Minggu mereka akan pulang dan bertemu kembali dengan keluarga yang mereka cintai. Sebagian dari mereka menyatakan akan kembali lagi ke Malaysia karena keluarganya berada di sana. Dari kelompok ini ada 7 orang tidak tamat SD, 5 orang lulusan SD, 5 orang lulusan SMP dan 1 orang lulusan SMU.  Mereka menceritakan susahnya mendapatkan pekerjaan di kampung halaman karena di sana sebagian besar memang berkebun dan diyakini tidak bisa meningkatkan taraf hidup mereka. Kami kemudian memberitahu bahwa tidak salah mencari nafkah di negeri lain, asal semua dokumennya asli dan lengkap sehingga tidak menemui masalah seperti sekarang ini.


Kabar terakhir yang kami terima, hari Minggu tanggal 15 Februari 2015 mereka sudah diberangkatkan menuju Kupang dengan kapal Umsini. Semoga mereka tiba di kampung halaman dengan selamat dan bertemu kembali dengan orang-orang yang dicintainya untuk merajut kembali masa depan yang lebih indah. 

Saturday, February 7, 2015

8 Februari - Hari Doa Internasional Melawan Perdagangan Manusia

Vatikan, 3 Februari, 2015 (Zenit.org). Pada tanggal 8 Februari akan diadakan Hari Doa Internasional yang pertama melawan perdagangan manusia. Hari Doa itu bertepatan waktu dengan hari peringatan Santa Josephine Bakhita, seorang budak Negeri Sudan yang setelah dibebaskan menjadi Suster Kanosian. Ia dinyatakan Santa pada tahun 2000 oleh Santo Yohanes Paulus II.
Dengan motto “Cahaya melawan Perdagangan Manusia” ("A Light Against Human Trafficking"), hari doa ini dianjurkan dan dimajukan oleh Pontifical Council for the Pastoral Care of Migrants and Itinerant Peoples, the Pontifical Council for Justice and Peace and the International Union of Superior Generals” (UISG).
“Dewasa ini jutaan manusia – anak-anak, perempuan, laki-laki segala umur – dirampas dari kemerdekaannya dan dipaksa untuk hidup dalam keadaan yang serupa perbudakan. Bagi mereka yang berteriak – biasanya dengan dibungkam – minta kebebasan, Santa Josephine Bakhita merupakan contoh saksi pengharapan. Kita, korban dan advokasi, tidak dapat berbuat lebih baik daripada membuka diri bagi ilhamnya dan mempercayakan usaha-usaha kita kepada perantaraannya.” (Kardinal Turkson)
Paus Fransiskus menyadarkan kita semua bahwa kita sedang menghadapi suatu fenomen global perdagangan manusia yang melampaui kesanggupan komunitas atau negara mana pun. Untuk menghapuskannya kita memerlukan suatu mobilisasi yang sama luas seperti fenomen itu sendiri.
“Hari Internasional melawan Perdagangan Manusia merupakan mobilisasi kesadaran dan doa pada skala global. Kesadaran kita harus meluas sampai kepada akar kejahatan ini dan jangkauannya yang paling jauh … dari kesadaran ke doa … dari doa ke solidaritas … dan dari solidaritas ke aksi bersama, sampai perbudakan dan perdagangan itu dihapus.” (Kardinal Turkson)
Pada kesempatan hari doa pertama ini, semua dioses, paroki, perkumpulan, keluarga dan pribadi diundang kepada refleksi dan doa untuk menyoroti dan menyingkapkan kejahatan ini, seperti terungkap dalam motto A Light Against Human Trafficking, cahaya yang mengungkapkan dan menelanjangi kejahatan perdagangan manusia



Pada hari doa, umat diundang mendoakan doa berikut:
Ya Allah, banyak perempuan dan laki-laki,
bahkan anak-anak diperdaya dan dibawa
ke tempat-tempat yang tak dikenal.
Mereka dirundung nestapa pelecehan seksual, kerja paksa,
dan perampasan organ tubuh mereka.
Seruan mereka sampai kepada telinga-Mu dan telinga kami.
Hati kami sedih dan gusar karena kehormatan dan hak-hak mereka
dicabut dengan kebohongan, ancaman, dan kekerasan.
Kami mengecam ulah perbudakan modern ini,
dan berdoa bersama Santa Bakhita agar dihentikan.
Berilah kami hikmat dan kekuatan untuk mengulurkan tangan dan menyertai mereka yang begitu terluka dalam tubuh, hati, dan jiwa mereka,
agar kami bersama-sama dapat mewujudkan janji-Mu
untuk memenuhi hati saudara-saudari ini dengan kasih yang lembut dan menyembuhkan.
Suruhlah para penipu dan pemeras pergi dengan tangan kosong
agar bertobat dari kejahatannya, dan bantulah kami semua untuk membela kemerdekaan yang telah Kauanugerahkan kepada anak-anak-Mu. Amin.
(Sumber: VATICAN CITY, February 03, 2015 (Zenit.org) - On February 8th, The First International Day of Prayer Against Human Trafficking to Be Held on Sunday)



Friday, February 6, 2015

'Devisanya Dihargai, Tapi Orangnya Tidak Dihargai"



Kata-kata sentilan ini dilontarkan anggota Komisi IX DPR-RI, Rieke Diah Pitaloka, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di gedung DPR-RI dengan Menteri Tenaga Kerja serta BNP2TKI, saat salah satu anggota rapat menanyakan tentang permasalahan TKI-TKW di Indonesia, terutama masalah yang sedang marak dibicarakan oleh media massa menyangkut proses persidangan Brigpol Rudi Soik di Kupang. Kami yang tergabung dalam Amasiaga menghadiri dan menyaksikan  rapat yang diadakan pada  tanggal 23 Januari 2015 tersebut lewat layar monitor yang disediakan di gedung DPR. Pada kesempatan itu, kami rencananya akan mengadakan kampanye anti perdagangan manusia. Namun karena cuaca kurang mendukung maka yang hadir hanya beberapa orang saja, sekitar 20 orang. Rapat sesi pertama berlangsung pada pukul 11.00-13.00, dan dilanjutkan pada pukul 14.00 - selesai. 

Pada saat jam istirahat dan semua peserta rapat keluar ruangan, kami tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk dapat berbincang-bincang langsung dengan beberapa anggota rapat. Pertama, kami mendapatkan kesempatan bertanya pada Menteri Ketenagakerjaan Bapak Muhammad Hanif Dhakiri, tentang status PT Mitra Malindo Perkasa, yang selama ini menjadi perusahaan yang bermasalah dalam pengiriman TKI, apakah benar-benar sudah ditutup atau hanya dibekukan saja? Beliau langsung menjawab dengan tegas bahwa PT tersebut  sudah benar-benar ditutup beberapa waktu yang lalu ketika beliau mengadakan sidak ke NTT.

Pada saat rehat itu juga kami dapat bertemu dan berbicara dengan pimpinan BNP2TKI, Bapak Nusron Wahid. Kami langsung mengajukan beberapa pertanyaan yang sudah kami siapkan terutama yang berhubungan dengan kasus keterlibatan para oknum yang ada di KAPOLDA NTT maupun BNP2TKI.  Tanggapan dari Nusron sendiri, ia mengatakan bahwa tidak dapat melakukan intervensi terlalu banyak karena polisi adalah institusi pemerintah dan BNP2TKI adalah lembaga pemerintah juga. "Memangnya jeruk makan jeruk" katanya sambil berkelakar. Dengan tegas beliau mengatakan “Kalau saya bisa, saya katakan bisa, tapi kalau tidak bisa saya katakan tidak bisa“. Namun Pak Nusron dan Pater Paul sepakat untuk selalu berkomitmen untuk aktif memberantas trafficking ini apapun posisi kita, apapun pekerjaan kita namun kita tetap harus bekerja sama untuk memberantas PJTKI-PJTKI yang bermasalah.

Pada kesempatan itu juga kami bersyukur karena disambut dan diterima baik oleh wakil dari Fraksi Nasdem. Ibu Irma Chaniago yang menerima kami di kantornya. Kami mengutarakan maksud kehadiran kami di rapat dengar pendapat hari itu dan beliau menerima dengan baik hal-hal yang ingin kami perjuangkan. Beliau mengatakan bahwa jika dalam waktu 2-3 minggu masalah yang sedang kami perjuangkan ini tidak ada perubahan atau tidak ditanggapi , maka Amasiaga diharapkan untuk  membuat surat kepada Partai Nasdem mohon supaya segera ditindak lanjuti.  Bu Irma juga dengan tegas mengatakan bahwa kami pendukung pemerintah tapi bukan corong pemerintah terutama dalam masalah-masalah yang negatif kita tetap harus berjuang bersama. 

Setelah rehat, rapat dilanjutkan kembali. Dalam rapat tersebut Rieke Diah Pitaloka dari fraksi PDIP yang sempat membaca press release kepada wartawan dan Nihayatul Fafiroh dari PKB saat sidang lanjutan juga menyinggung tentang masalah yang kami perjuangkan ini. 


Kami merasakan bahwa kegiatan kemarin sangat efektif karena kami dapat bertemu dengan beberapa fraksi yang mendukung perjuangan kami dan yang lebih penting aspirasi kita diperhatikan dan diperjuangkan karena ini masalah kita semua. Maka marilah kita tetap selalu saling mendukung dan membantu karena masih banyak PR yang harus kita kerjakan dan perjuangan kita belum selesai. 

Thursday, February 5, 2015

Santa Josephine Bakhita, Pelindung Korban Perdagangan Manusia dan Perbudakan.


"Bersoraklah, seluruh Afrika! Bakhita telah kembali kepadamu: seorang puteri Sudan, yang diperdagangkan dalam perbudakan seperti sebuah barang, namun tetap bebas: bebas dengan kebebasan para kudus." (Paus Yohanes Paulus II)

Pada Tahun 1869, seorang bayi perempuan dilahirkan di sebuah desa di Darfur, Sudan, Afrika dalam sebuah keluarga kaya yang amat mengasihinya. Pada umur 9 tahun, anak perempuan itu diculik oleh para pedagang budak. Rasa takut yang mencekam dan penderitaan-penderitaan yang dialaminya menghapus sebagian ingatannya. Ia bahkan lupa akan namanya sendiri. Bakhita, yang berarti “Untung”, adalah nama yang diberikan oleh para penculiknya. Bakhita diperjualbelikan berulang kali di pasar-pasar El Obeid Dan Khartoum.

Bakhita mengalami penderitaan yang luar biasa sebagai seorang budak belian, apalagi di usianya yang masih begitu muda: ia tak pernah mendapatkan makanan yang cukup dan layak; ia tidur tanpa alas apa pun; ia digabungkan dengan budak-budak lainnya dan harus berjalan jauh melewati hutan, bukit, dan lembah sampai tiba di pasar-pasar tempat mereka akan dijual. Semua ini membuat Bakhita seringkali menangis seorang diri dan dalam tidurnya ia sering bermimpi tentang ibu dan desanya.

Dalam penderitaannya itu, Bakhita berkenalan dengan seorang gadis muda yang kira-kira seusia dengannya. Mereka akhirnya menjadi sahabat. Suatu hari mereka mencoba melarikan diri, namun sayang, usaha itu tidak berhasil dan mereka tertangkap kembali oleh para pedagang budak. Kembali Bakhita harus mengalami penghinaan, siksaan, dan perlakuan-perlakuan kasar. Pernah ia tinggal dalam sebuah keluarga keturunan Arab. “Suatu hari saya secara tidak sengaja melakukan kesalahan yang menyebabkan amarah putera majikan. Ia menjadi sangat berang. Ia merenggut saya dengan kasar dari tempat persembunyian saya dan mulai menghujani tubuh saya dengan cambuk dan tendangan kakinya. Akhirnya ia meninggalkan saya dalam keadaan sekarat, sama sekali tidak sadarkan diri. Beberapa budak menggotong saya dan membaringkan saya di atas tikar. Di sanalah saya terbaring selama lebih dari satu bulan.” Selama hampir satu bulan Bakhita tergeletak tak berdaya, tak ada yang memerhatikan dan merawatnya. Sungguh penderitaan yang amat mendalam dialami oleh gadis cilik itu.

Karena dianggap tidak dapat menguntungkan lagi, maka Bakhita pun dijual kepada orang lain. Kali ini Bakhita dijual kepada seorang jenderal Turki yang tinggal di Kordofan. Setiap hari nyonyanya menghukum Bakhita dengan lecutan cambuk dan pukulan-pukulan. Pada usia tiga belas tahun, Bakhita mengalami siksaan tatto yang mengerikan. Dalam kisah hidupnya Bakhita menuliskan pengalaman pahit itu. “Seorang wanita yang trampil dalam seni tatto datang ke rumah jenderal, dan nyonya kami berdiri di belakang kami dengan cemeti di tangan. Wanita itu membawa sepiring tepung putih, sepiring garam, dan sebuah pisau cukur. Ketika ia selesai membuat gambar-gambar, wanita itu mengambil pisau cukur dan menorehkannya di sepanjang garis-garis gambar. Garam ditaburkan di setiap luka, kecuali wajah saya. Akan tetapi enam gambar dilukis di payudara saya, dan lebih dari enam puluh gambar di perut dan tangan saya. Saya pikir saya akan segera mati, terutama ketika garam ditaburkan ke dalam luka-luka saya. Hanya karena mujizat Tuhanlah, maka saya tidak mati. Ia mempersiapkan saya untuk hal-hal yang lebih baik.”

Penderitaan yang mengerikan itu membuat Bakhita kembali mengalami kesakitan yang luar biasa. Ia terbaring lagi selama satu bulan sampai luka-lukanya mulai mengering. Namun, di sekujur tubuh Bakhita terlihat tatto yang menyerupai anyaman yang tak dapat hilang.

Dua tahun setelah melewati penderitaan yang tak terlukiskan itu, kehidupan Bakhita akhirnya mulai mengalami perubahan. Jenderal Turki, sang majikan, harus kembali ke negaranya, maka ia pun menjual sebagian budaknya, termasuk Bakhita. Kali ini Bakhita dibeli oleh seorang Konsul Italia bernama Callisto Legnani. Ia bermaksud membeli budak yang paling muda untuk dibebaskan atau ditempatkan di lingkungan yang lebih baik. Karena alasan itulah, ia pun membeli Bakhita.

Untuk pertama kalinya sejak ia diculik, Bakhita dengan gembira menyadari bahwa tidak seorang pun menggunakan cambuk ketika memberikan perintah kepadanya. Sebaliknya, ia diperlakukan dengan hangat dan ramah. Di rumah Tuan Legnani, Bakhita merasakan damai, kehangatan, dan sukacita, meskipun kadang-kadang muncul kembali ingatan akan keluarganya yang mungkin tidak akan pernah dilihatnya lagi. Bakhita merasa bahagia karena ia dianggap sebagai seorang manusia dan diperlakukan dengan penuh kasih sayang.


Tanggal 9 Januari 1890, Bakhita menerima Sakramen Pembaptisan dan memperoleh nama baru: Yosefina. Ia tidak tahu bagaimana mengungkapkan sukacitanya pada hari itu. Sejak hari itu ia sering terlihat mencium bejana baptis sambil berkata, “Di sinilah, aku menjadi anak Allah!” Bakhita merasa inilah saat-saat terindah dalam hidupnya, ia menjadi anak Allah yang sangat dikasihi. Dengan bertambahnya hari, Bakhita semakin mencintai Tuhan dan semakin ingin lebih lagi mengenal Dia.

Suatu hari ketika Nyonya Michieli kembali dari Afrika untuk menjemput Bakhita, Bakhita dengan tegas dan penuh keyakinan menyatakan keinginannya untuk tetap tinggal bersama Suster-suster Canossian dan melayani Tuhan yang telah membuktikan begitu besar cinta-Nya kepadanya.

Tanggal 8 Desember 1896, Sr. Bakhita mengucapkan kaulnya kepada Tuhan yang biasa ia sapa dengan sapaan manis “Tuan!” Setelah mengucapkan kaulnya, Sr. Bakhita ditugaskan di Schio. Dengan gembira dan penuh semangat ia pun berangkat untuk menjalankan tugasnya di sana.

Selama lima puluh tahun Sr. Bakhita tinggal bersama komunitasnya di Schio, Italia. Ia melakukan pekerjaan sehari-hari, seperti memasak, menjahit, merenda, dan membukakan pintu. Jika sedang bertugas menjaga pintu, Sr. Bakhita akan dengan lembut menumpangkan tangannya yang hitam itu ke atas kepala anak-anak yang setiap hari datang untuk belajar di Sekolah Canossian dan mencurahkan perhatiannya kepada mereka. Karena kulitnya yang hitam legam, semua orang lebih suka memanggilnya “Mama Moretta” (Mama Hitam).

Suaranya yang hangat, dengan nada dan irama lagu daerah asalnya, menyenangkan hati anak-anak, menghibur mereka yang miskin dan menderita, serta membesarkan hati mereka yang datang mengetuk pintu institut. Kerendahan hati, kesederhanaan, dan senyum yang senantiasa menghiasi wajahnya, membuat semua orang suka kepadanya. Saudari-saudarinya dalam komunitas mengagumi sikapnya yang menyenangkan dan penuh dengan kasih Tuhan. Ketika perang dunia I pecah pada tahun 1915, Sr. Bakhita mendapat izin untuk ikut melayani mereka yang menjadi korban perang itu. Dengan penuh kelembutan dan kasih ia mulai menghibur, merawat, dan memberikan perhatian kepada korban-korban yang terluka itu. Karena Sr. Bakhita adalah orang Afrika, maka banyak dari mereka yang dirawat ingin tahu mengapa ia sampai di Italia. Sr. Bakhita pun dengan penuh semangat menceritakan kisah pengalaman hidupnya dan kebaikan Tuhan yang ia terima kepada mereka.

Kisah hidupnya yang istimewa menarik minat banyak orang. Mereka sangat tertarik dan semakin kagum akan kebesaran Tuhan. Maka, pada tahun 1930 diterbitkanlah sebuah buku berjudul “Kisah Ajaib”, yang merupakan biografi dari Sr. Bakhita. Buku itu pun sangat mengesankan dan memikat hati banyak orang, sehingga harus dicetak berulang kali

Sr. Bakhita semakin dikenal di mana-mana dan banyak orang mengundangnya untuk memberikan kesaksian hidupnya ini.. Namun usia yang semakin hari semakin bertambah membuat tubuh Sr. Bakhita tak luput dari sakit. Penyakit yang hebat mendera tubuhnya. Kepada mereka yang menjenguknya serta menanyakan keadaannya, dengan tersenyum ia menjawab, “Seturut kehendak Tuanku.” Selama sakit, Sr. Bakhita tidak bisa lagi pergi melayani ke mana-mana dengan bebas. Sr. Bakhita senantiasa berdoa bagi Gereja dan Afrika dari atas kursi rodanya. Itulah persembahan yang dapat ia berikan dalam penderitaannya.

Dalam penderitaannya yang hebat itu, seolah-olah Sr. Bakhita mengalami kembali masa-masa perbudakannya yang mengerikan. Lebih dari sekali ia memohon kepada perawat yang menjaganya, “Aku mohon, longgarkanlah rantainya … rantai ini sungguh berat!” Bunda Marialah yang datang membebaskannya dari penderitaannya. Menjelang ajal, Bakhita berseru, “Bunda Maria! Bunda Maria!” dan senyum di wajahnya menjadi bukti bahwa jiwanya pun telah berjumpa dengan Bunda Allah.

Setelah melewati penderitaan sakitnya itu, akhirnya Sr. Bakhita menghembuskan nafas terakhir pada tanggal 8 Februari 1947 di Biara Canossian di Schio, didampingi oleh saudari-saudarinya yang berada di sekeliling pembaringannya. Jenazahnya disemayamkan di biara selama tiga hari. Orang banyak yang segera berdatangan takjub melihat tubuhnya yang tetap lemas dan tidak kaku. Para ibu mengangkat tangan Bakhita dan meletakkannya ke atas kepala anak-anak mereka, memohon berkat darinya.

Setelah wafatnya, banyak rahmat dan mujizat yang terjadi di berbagai tempat. Berita tentang kekudusannya tersebar ke seluruh benua. Ratusan surat diterima dari banyak orang yang doanya dikabulkan dengan memohon bantuan doa dari Sr. Bakhita. Maka, akhirnya Yosefina Bakhita dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 17 Mei 1992 dan dikanonisasi pada tanggal 1 Oktober 2000 oleh Paus yang sama. Hingga saat ini, St. Yosefina Bakhita adalah satu-satunya santa yang berasal dari Sudan.

NASEHAT-NASEHAT ROHANI ST. BAKHITA


Ø Jadilah orang baik, kasihilah Tuhanmu, berdoalah bagi mereka yang belum mengenal Dia. Sungguh suatu rakhmat yang luar biasa dapat mengenal Tuhan!

Ø Aku telah menyerahkan segala-galanya kepada Tuan-ku. Ia akan memelihara aku…. Yang terbaik bagi kita ialah bukan apa yang kita pikir terbaik, tetapi apa yang Tuhan inginkan bagi kita!

Ø O, Tuhan, jika saja aku dapat terbang kepada orang-orangku dan dengan suara lantang menceriterakan kepada mereka tentang segala kebaikan-Mu: oh, betapa banyak jiwa-jiwa yang akan diselamatkan!

Ø Seandainya saja aku bertemu dengan para pedagang budak yang menculikku dan bahkan dengan mereka yang menyiksaku, aku akan berlutut dan mencium tangan mereka, karena jika semuanya itu tidak terjadi, aku tidak akan menjadi seorang Kristen seperti sekarang ini….

Ø Tuhan telah begitu mengasihiku; kita harus mengasihi semua orang….kita harus penuh belas kasih!

Ø Dengan sejujurnya aku berkata bahwa sungguh merupakan suatu mukjizat aku tidak mati, karena Tuhan telah menentukanku untuk hal-hal yang lebih besar….

Ø Jika seseorang sangat mengasihi seorang yang lain, ia akan berusaha untuk selalu dekat dengan orang yang dikasihinya itu. Jadi, mengapakah harus takut mati? Kematian membawa kita kepada Tuhan!

"Bakhita telah meninggalkan kita dengan kesaksian tentang injili rekonsiliasi dan pengampunan, yang akan membawa penghiburan kepada orang-orang Kristen dari tanah airnya, Sudan, sehingga sangat diadili oleh konflik yang telah berlangsung bertahun-tahun dan menuai begitu banyak korban. Suster Bakhita telah diberikan kepada kita oleh Tuhan sebagai seorang suster yang universal .... "- Paus Yohanes Paulus II pada kanonisasi St. Bakhita


Disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya, www.carmelia.net dan http://counterwomentrafficking.blogspot.com